Friday, March 9, 2012

Versailles, Penjanjian yang Mengakhiri Perang dan Menimbulkan Perang



Setelah kapal Amerika Lusitania ditenggelamkan oleh sebuah kapal selam Jerman, Amerika Serikat mendeklarasikan perang melawan Jerman pada tanggal 6 April 1917. Setelah pasukan Amerika tiba di medan pertempuran dengan persenjataan lengkap pada tahun 1918, perjalanan sejarah pun berubah. Dampak umum dari perang itu adalah untuk menanamkan penderitaan ke seluruh penduduk negara-negara yang dikalahkan. Tewasnya jutaan orang sudah menebar penderitaan serta ketidaktentraman. Rusia mengalami sebuah revolusi besar, dan sepanjang tahun 1918, huru-hara serta pemogokan merupakan kejadian yang lazim baik di Austria-Hongaria maupun Jerman.
Dengan masuknya pasukan Amerika ke dalam perang itu, Sekutu akhirnya mampu melakukan serangan. Jerman maupun Austria-Hongaria harus melakukan perlawanan dan menjadi getir menyaksikan korban jiwa yang jumlahnya makin membengkak. Pada awal bu-lan November, kedua bangsa itu sepakat menerima syarat-syarat untuk menyerah yang diaju-kan pihak Sekutu. Pada tanggal 9 November, Kaiser Wilhelm II (1859-1941) dari Jerman turun takhta dan melarikan diri ke Belanda. Pada tanggal 11 November pada “pukul sebelas, tanggal sebelas, bulan sebelas” perang itu dinyatakan berakhir.
Sebuah konferensi damai diselenggarakan di istana kekaisaran lama, di Versailles, untuk menentukan masa depan Eropa. Perjanjian Versailles (1919) adalah suatu perjanjian damai yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu dan Kekaisaran Jerman. Setelah enam bulan negosiasi melalui Konferensi Perdamaian Paris, perjanjian ini akhirnya ditandatangani sebagai tindak lanjut dari perlucutan senjata yang ditandatangani pada bulan November 1918 di Compiègne Forest, yang mengakhiri perseturuan sesungguhnya. Salah satu hal paling penting yang dihasilkan oleh perjanjian ini adalah bahwa Jerman menerima tanggung jawab penuh seba-gai penyebab peperangan dan melalui aturan dari pasal 231-247, harus melakukan perbaikan-perbaikan pada negara-negara tertentu yang tergabung dalam Sekutu.
Negosiasi di antara negara-negara Sekutu dimulai pada 7 Mei 1919, pada peringatan tenggelamnya RMS Lusitania. Aturan yang diterapkan terhadap Jerman pada perjanjian tersebut antara lain adalah penyerahan sebagian wilayah Jerman kepada beberapa negara tetangganya, pelepasan koloni seberang lautan dan koloni di Afrika milik Jerman, serta pembatasan pasukan militer Jerman yang diharapkan dapat menghambat Jerman untuk kembali memulai perang. Karena Jerman tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam negosiasi, pemerintah Jerman mengirimkan protes terhadap hal yang dianggap mereka sebagai sesuatu yang tidak adil, dan selanjutnya menarik diri dari perundingan. Belakangan, menteri luar negeri baru Jerman, Hermann Müller, setuju untuk menandatangani perjanjian pada 28 Juni 1919. Perjanjian ini sendiri diratifikasi oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Januari 1920.
Di Jerman, perjanjian ini menimbulkan keterkejutan dan rasa malu yang berperan terhadap runtuhnya Republik Weimar pada 1933, terutama karena banyak orang Jerman tidak percaya bahwa mereka harus menerima tanggung jawab penuh sebagai pemicu perang. "Empat Besar" (Big Four) yang melakukan negosiasi perjan-jian ini adalah Perdana Menteri David Lloyd George dari Inggris, Perdana Menteri Georges Clemenceau dari Perancis, Vittorio Orlando dari Italia, dan Presiden Woodrow Wilson dari Amerika Serikat. Jerman tidak diundang ke Perancis untuk mendiskusikan perjanjian. Di Versailles saat itu, sulit untuk mencapai kese-pakatan bersama karena tujuan mereka saling konflik satu sama lain. Hasil perundingan disebut-sebut sebagai suatu kompromi yang tidak disukai oleh pihak manapun.
Perjanjian ini menciptakan keadaan kondusif didirikannya Liga Bangsa-Bangsa, sebuah tujuan utama Presiden A.S. Woodrow Wilson. Liga Bangsa-Bangsa dimaksudkan untuk menengahi konflik-konflik internasional dan dengan ini mencegah perang di masa depan. Hanya empat dari “Empatbelas butir” (Fourteen Points) Wilson diwujudkan, karena ia harus berkompromi dengan Clemenceau, Lloyd George dan Orlando pada beberapa butir dan sebagai gantinya dapat mempertahankan butirnya yang “keempatbelas” Liga Bangsa-Bangsa.
Pandangan umum ialah bahwa Clemenceau dari Perancis adalah yang paling bersemangat dalam membalas dendam Jerman, karena Front Barat perang berada di wilayah Perancis. Perjanjian ini dianggap tidak adil kala itu karena merupakan perdamaian yang didikte oleh para pemenang dan secara keseluruhan menyalahkan perang kepada Jerman. Hal ini sungguh menyederhanakan situasi. Beberapa sejarawan modern berpendapat bahwa perjan-jian ini cukup adil karena merefleksikan syarat-syarat berat yang didiktekan kepada Rusia oleh Jerman dengan Perjanjian Brest-Litovsk.
Selain kehilangan banyak daerah koloni di seluruh dunia, Jerman juga kehilangan daerah-daerah berikut:
  • Alsace-Lorraine, daerah-daerah yang diserahkan kepada Jerman menurut mukadimah perdamaian yang ditandatangani di Versailles pada 26 Februari 1871, dan Perjanjian Frankfurt pada 10 Mei 1871, dikembalikan kepada Perancis tanpa jajak pendapat mulai tanggal gencatan senjata 11 November 1918. (area 14 522 km², penduduk 1.815.000 jiwa (1905)),
  • Schleswig Utara termasuk kota-kota yang mayoritas penduduknya adalah bangsa Jerman yaitu Tondern (Tønder), Apenrade, Sonderburg, Hadersleben, dan Lügum di Schleswig-Holstein, setelah jajak pendapat Schleswig, kepada Denmark (area 3 984 km², penduduk 163.600 jiwa (1920)),
  • Provinsi Prusia, Posen dan Prusia Barat, yang dicaplok oleh Prusia pada Pembagian Polandia (1772-1795), dikembalikan kepada Polandia yang telah lahir kembali. Wilayah ini telah dibebaskan oleh penduduk Polandia lokal pada Pemberontakan Wielkopolska antara tahun 1918-1919 (area 53 800 km², penduduk 4.224.000 jiwa (1931)).
  • Prusia Barat diberikan kepada Polandia supaya negara ini memiliki akses bebas ke lautan, termasuk minoritas Jerman yang cukup besar dan dengan ini menciptakan Koridor Polandia.
  • Wilayah Hlučínsko Hulczyn di Silesia Hulu diberikan kepada Cekoslovakia (area 316 atau 333 km², dengan penduduk 49.000 jiwa),
  • Bagian timur Silesia Hulu, kepada Polandia (area 3 214 km², dengan penduduk 965.000 jiwa), meski 60% pada jajak pendapat memilih untuk tetap bergabung dengan Jerman,
  • Kota Eupen dan Malmedy di Jerman diserahkan kepada Belgia,
  • Wilayah Soldau di Prusia Timur (stasiun kereta api rute Warsawa-Gdańsk) kepada Polandia (area 492 km²),
  • Bagian utara Prusia sebagai Memelland di bawah pengawasan Perancis, kemudian diserahkan kepada Lithuania tanpa jajak pendapat.
  • Sebuah daerah kecil dari bagian timur Prusia Barat dan bagian selatan Prusia Timur (Warmia dan Masuria), kepada Polandia,
  • Provinsi Saarland diawasi Liga Bangsa-Bangsa selama 15 tahun. Lalu setelah periode ini diadakan jajak pendapat apakah penduduk menginginkan bergabung dengan Perancis atau Jerman. Pada masa ini, produk batubara diberikan kepada Perancis.
  • Pelabuhan Danzig (sekarang Gdańsk, Polandia) dengan wilayah muara sungai Wisla pada Laut Baltik dijadikan Freie Stadt Danzig (Kota Bebas Danzig) di bawah pengawasan Liga Bangsa-Bangsa. (wilayah 1 893 km², dengan penduduk 408.000 jiwa (1929)).
Pasal 156 perjanjian menyerahkan konsesi-konsesi Jerman di Shandong, Tiongkok kepada Jepang dan tidak menyerahkannya kembali ke Tiongkok. Kemarahan warga Tiongkok mengenai keputusan ini mengakibatkan demonstrasi dan gerakan kebudayaan yang dikenal dengan istilah Gerakan Empat Mei dan memengaruhi negara ini untuk tidak menan-datangani perjanjian. Tiongkok menyatakan selesai perang dengan Jerman pada September 1919 dan menandatangani perjanjian terpisah dengan Jerman pada tahun 1921.
Angkatan Darat Jerman dibatasi menjadi 100.000 jiwa dan tidak diperbolehkan memiliki tank atau artileri berat dan tidak boleh ada Staf Jenderal Jerman. Angkatan Laut Jerman anggotanya dibatasi menjadi 15.000 dan tidak diperbolehkan memiliki kapal selam, sementara itu armadanya hanya diperbolehkan memiliki enam kapal perang. Jerman juga tidak diperbolehkan memiliki Angkatan Udara (Luftwaffe). Akhirnya, Jerman diwajibkan untuk membatasi masa bakti serdadunya menjadi 12 tahun dan semua opsirnya menjadi 25 tahun, sehingga hanya sejumlah terbatas saja yang menerima latihan militer.
Secara singkat isi perjanjian tersebut adalah:
  • Jerman menerima tanggung jawab penuh sebagai penyebab peperangan melalui aturan pasal 231-247 dan harus melakukan perbaikan di negara-negara di dunia,
  • Penyerahan sebagian wilayah Jerman kepada beberapa negara tetangga,
  • Pelepasan koloni seberang lautan dan Afrika milik Jerman,
  • Pembatasan pasukan militer milik Jerman yang diharap menghambat Jerman kembali berperang.
Perbaikan-perbaikan yang dituntut begitu melumpuhkan ekonomi Jerman sehingga negara tersebut tidak dapat pulih dari kengerian yang dirasakan selama dan sesudah perang. Dengan latar belakang semacam ini, benih-benih tirani Nazi dituai. Kenyataannya, perjanjian itu begitu berat sehingga isinya sendiri merupakan pencetus yang hakiki dari perang dunia berikutnya.