- Bulan Ramadhan itu permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah
(ampunan), dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.
Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Al ‘Uqaili dalam Adh Dhu’afa (172), Ibnu
Adi (1/165), Al Khatib dalam Al Muwadhdhih (2/77), Ad Dailami (1/1/10-11),
Ibnu ‘Asakir (8/506/1), dari jalan Sallam bin Siwar dari Maslamah bin Ash Shalt
dari Az Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu’. Al ‘Uqaili
berkata,”Tidak ada asalnya dari Az Zuhri.” Ibnu Adi berkata, “Dan Sallam (bin Sulaiman bin Siwar), menurutku adalah
seorang munkarul hadits, dan Maslamah tidak dikenal.” Sedangkan Ibnu Abi
Hatim mengatakan tentang Maslamah-,”Dia itu matrukul hadits.” 1 - Shalat Jum’at di Madinah seperti seribu shalat di tempat lain, dan puasa bulan
Ramadhan di Madinah seperti puasa seribu bulan di tempat lain.
Hadits -dengan lafadz seperti. ini- adalah maudhu’ (palsu). Diriwayatkan
oleh Ibnul Jauzi dalam Minhajul Qashidin 1/57/2 dan dalam Al llal Al Wahiyah 2
2/86-87, dan Ibnu An Najjar dalam Ad Durar Ats Tsaminah Fi Tarikh Al Madinah
(337), dari jalan Umar bin Abu Bakar Al Mushili dari Al Qasim bin Abdullah dari
Katsir bin Abdullah bin ‘Amr bin ‘Auf dari Nafi’ dari Ibnu Umar secara marfu’.
Namun, dalam jalan periwayatan ini terdapat periwayat-periwayat yang matruk
dan pendusta, yaitu:
a) Katsir bin Abdullah bin Amr bin ‘Auf. Imam Asy Syafi’i berkata,”Dia adalah
saiah satu rukun dusts (yakni pendusta).”
b) Al Qasim bin Abdullah, yakni Al Amri AI Madani. Imam Ahmad berkata,
“Dia pemah ..memaisukan hadits.
c) Umar bin Abu Bakar Al Mushili. Abu Hatim berkata, “Dia seorang yang
matruk dan dzahlbul hadits (maksudnya yakni ditinggaikan haditsnya).” 3 - Dail Anas berkata, Nabi pernah ditanya, “Puasa apa yang paling utama
setelah Ramadhan?” Beliau menjawab, “(Puasa) Sya’ban untuk mengagungkan
Ramadhan.” Beliau ditanya lagi, “Shadaqah manakah yang lebih utama?” Beliau
menjawab, “Shadaqah di bulan Ramadhan.”
Hadits dha’if. Diriwayatkan oleh At Turmudzi 1/129, Abu Hamid Al Hadhrami
dalam haditsnya, dan dari jalannya Al Hafizh Al Qasim bin AI Hafizh Ibnu Asakir
meriwayatkan dalam Al Amalfi (majiis 47/2/2) dan Adh Dhiya’ Al Maqdisi dalam
AlMuntaqa Minal Masmu’at Bi Marwu7/1 dari jalan Shadaqah bin Musa dari
Tsabit dari Anas 4
1Lihat Adh Dha’ifah 4/70, no. 1569.
2Lengkapnya berjudul Al ‘Ilal Al Mutanahiyah Fil Ahaditsil Wahiyah.
3Lihat Adh Dha’ifah 3/180, no. 1067.
4Diriwayatkan pula oleh Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra (4/305) dan Abu Ja’far Ath
Thahawi dalam Syarhu Musykilil Atsar (2/83) tanpa menyebutkan bagian akhir hadits- dari
jalan yang sama, yaitu dari Shadah bin Musa dari Tsabit dari Anas. Abu isa At Turmudzi berkata,”Ini adalah hadits ghalib (satu jalan
periwayatannya), dan Shadaqah bin Musa 5 menurut mereka (ahli hadits) tidak
begitu kuat (haditsnya).”
Dalam At Ta’liq, Imam Ahmad berkata tentangnya, “Aku tidak mengenalnya.” 6
Adz Dzahabi dalam Adh Dhu’afa 7 menyebutkan tentangnya (Shadaqah bin Musa),
“Mereka (ahii hadits) telah mendha’ifkannya.”
Dan Ibnu Hajar menyebutkannya dalam At Tagrib (Taqrib At Tandzib no. 2921.)
“Dia itu shaduq (jujur), tapi mempunyai beberapa kesalahan.” Al Mundziri dalam
At Targhib 1/79 mengisyaratkan perihal dha’ifnya hadits ini. 8 - Dari lbnul Musayyib, ia pernah ditanya tentang puasa (Ramadhan) pada waktu
safar, maka ia bercerita bahwa Umar bin Al Khaththab berkata, “Kami berperang
bersama Rasulullah di bulan Ramadhan dua kali, pada perang Badar dan fathu
Makkah, dan kami berbuka pada dua waktu tersebut.”
Hadits Ini sanadnya dha’if. Diriwayatkan oleh At Turmudzi no. 714. 9 Pada
sanadnya terdapat periwayat bernama Ibnu Lahi’ah, seorang yang shaduq, tapi
menjadi kacau hafalannya setelah buku-bukunya terbakar. Tapi riwayatnya dari
Ibnul Mubarak dan Ibnu Wahb bisa diterima. 10
Dalam bab ini, ada juga riwayat dari Abu Said Abu’Isa berkata,
“Kami tidak mengetahui hadits Umar kecuali dari jalur ini. Dan
telah diriwayatkan dari, Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi, bahwa beliau
memerintahkan untuk berbuka pada saiah satu peperangan yang beliau
ikuti. Dan telah diriwayatkan dari Umar pula serupa dengan hadits ini,
hanya saja disebutkan keringanan untuk berbuka, ketika berhadapan
dengan musuh. Dan ini merupakan pendapat sebagian ulama.” 11
5Yakni Ad Daqiqi.
6Lihat Masail Ibnu Hani 2/230.
7Al Mughni Fi Adh Dhu’afa 1/308,2784.
8Al lrwa’ no. 889, dan lihat Dha’if At Turmudzi halaman 72 no. 663.
9Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad 1/22 dan AI Bazzar 1/421, tapi keduanya menyebutkan
dari Ibnu Lahi’ah dari Bukair bin Abdullah dari Sa’id bin Al Musayyib. Sementara At Turmudzi
menyebutkan dari Ibnu Lahi’ah dari Yazid bin Abu Habib dari Ma’mar bin Huyayyah dari Ibnul
Musayyib.
10Lihat At Taqrib no. 3563.
11Lihat Dha’if At Turmudzi halaman 76-77, no. 714. - Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berbuka satu hari
pada (slang hari) Ramadhan tanpa ada sebab keringanan atau sakit, maka tidak
bisa diganti meski dengan puasa sepanjang masa.”
Hadits dha’if. Diriwayatkan oleh At Turmudzi no. 723, Abu Daud no. 2396, dan
Ibnu Majah no. 1672. Abu Isa berkata,”Hadits Abu Hurairah, tidak kami ketahui,
kecuali dari jalur ini. Aku mendengar Muhammad (Al Bukhari) berkata, ‘Abul
Muthawwis namanya adalah Yazid bin Al Muthawwis, saya tidak mengetahui
darinya kecuali hadits ini’.” 12
Lihat Dha’if At Turmudzi halaman 78-79 (no. 723), Dha’if Sunan Ibnu Majah
halaman 131 no. 329/1696 – secara ringkas-, Dha’if Al Jami’Ash Shaghir no. 5462
dan Dha’if Sunan Abu Daud 413. - Jika datang malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat kepada makhlukNya,
dan jika Allah telah melihat hambaNya, maka Allah tidak akan mengadzabnya
untuk selamanya, di setiap malam dan Allah memiliki satu juta jiwa yang
dibebaskan dari api neraka.
Hadits maudhu’ (palsu). Diriwayakan oleh Ibnu Fanjuyah dalam Majlis Min
Al Amali Fi Fadhli Ramadhan (hadits terakhir), dan Abu! Qasim AI Ashbahani
dalam At Targhib (Q 180/1) dari jalan Hammad bin Mudrik dari Utsman bin
Abdullah dari Malik dari Abu Az Zinad dari AI A’raj dari Abu Hurairah secara
marfu’.
Dari jalan ini pula Adh Dhiya’ Al Maqdisi meriwayatkannya daiam Al Mukhtarah
(10/100/1), dengan ada tambahan, kemudian is (Adh Dhiya’) berkata,”Utsman
bin Abdullah Asy Syami, tertuduh (memalsukan hadits) dalam periwayatannya.”
Demikian pula ibnul Jauzi menyebutkannya secara sempurna dalam Al Maudhu’at
(2/190), kemudian beliau berkata yang kesimpuiannyasebagai berikut-,”(Hadits)
maudhu’, dalam (sanad)nya terdapat para periwayat yang majhul (tidak dikenal),
dan yang tertuduh memalsukan adalah Utsman.” Hal itu disetujui oleh As Suyuthi
dalam Al Laali’ (2/100-101). 13
12Al Mundziri dalam At Targhib 2/66 menukil dari Al Bukhari. bahwa beliau juga berkata, “Aku
tidak tahu, apakah bapaknya (yakni bapak dari Abu! Muthawwis) telah mendengar dari Abu
Hurairah atau tidak’?” Lalu menukil pula dari Ibnu Hibban, bahwa beliau berkata.”Tidak boleh
bcrhujjah dengannya (yakni Abul Muthawwis) dalam keadaan dia hersendiri (dalam meriwayatkan
hadits).” Wallahu a’lam.
13Lihat Adh Dha’ifah 1/470, no. 299. - Ketahuilah, aku kabarkan kepada kalian, bahwa malaikat yang paling utama
adalah Jibril nabi yang paling utama adalah Adam hari yang paling utama adalah
hari Jum’at , bulan yang paling utama adalah bulan Ramadhan, malam yang
paling utama adalah malam lailatul qadar, dan wanita yang paling utama adalah
Maryam binti lmran.
Hadits maudhu’ (palsu). Diriwayatkan oieh Ath Thabarani no. 11361 dari
jalan Nafi’ Abu Hurmuz dari ‘Atha bin Abi Rabah dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’
Ini adalah hadits maudhu’. Nafi’ Abu Hurmuz dinyatakan dusta oleh Ibnu Ma’in.
Sedangkan An Nasal mengatakan, “Dia tidak tsiqah.”
Dan Nabi yang paling utama adalah Muhammad, berdasarkan hadits shahih,
Aku adalah penghulu manusia pada hari kiamat… (HR Muslim
1/127).
Hal ini menunjukkan, bahwa hadits di atas maudhu’ (palsu). Al Haitsami
menyebutkannya dalam Al Majma’(8/ 198), lalu beliau mendha’ifkannya dengan
sebab Nafi’. Beliau mengatakan -tentang Nafi’-, “(Dia itu) matruk.” – yakni
ditinggalkan haditsnya-. 14 - “Subhanallah, apa gerangan yang akan kalian hadapi dan apa gerangan yang
akan mendatangi kalian – beliau ucapkan tiga kali-. “Umar bertanya, ‘ Wahai
Rasulullah, apakah telah turun wahyu ataukah ada musuh yang datang?”Beliau
menjawab, “Bukan, tetapi Allah akan mengampuni setiap ahli kiblat ini (umat
Islam) pada awal bulan Ramadhan.”
Sementara itu, ada seorang laki-laki di sudut kerumunan orang banyak
sedang menggelengkan kepalanya sambil mengucapkan ‘puh, puh’. Maka Nabi
berkata kepadanya, “Sepertinya dadamu merasa sesak dengan apa yang kamu
dengar.”Orang tersebut menjawab, “Demi Allah, tidak, wahai Rasulullah. Akan
tetapi, engkau mengingatkan tentang orang-orang munafikin.” Maka Nabi berkata,
“Sesungguhnya orang munafik itu kafir, dan orang kafir tidak memperoleh bagian
sedikitpun dalam hal ini.”
Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Awsath (1/97/1
-salah satu diantara tambahan-tambahannya), Abu Thahir Al Anbari dalam
Masyikhah-nya (147/1-2), Ibnu Fanjuyah dalam Majlis Min Al Amal Fi Fadhli
14Lihat Adh Dha’ifah 1/ 638, no. 446.
Ramadhan (3/2-4/1), Al Wahidi dalam Al Wasith (1/64/1), dan Ad Dulabi dalam
Al Kuna (1/107), dari jalan ‘Amr bin Hamzah Al Qaisi Abu Usaid dari Abu Ar
Rabi’ Khalaf dari Anas bin Malik, secara marfu’.
Dalam sanadnya terdapat para periwayat yaitu:
a) `Amr bin Hamzah. Didha’ifkan oleh Ad-Daruquthni. Ath Thabrani
berkata,”Hadits ini tidak diriwayatkan dari Anas , kecuali dengan sanad ini,
dan ‘Amr bersendiri dalam meriwayatkannya.”
b) Khalaf Abu Ar Rabi’, seorang yang majhul (tidak dikenal). Dan is bukan
Khalaf bin Mahran sebagaimana disebutkan oleh AI Bukhari dan Ibnu Abi
Hatim. 15 - Bulan Ramadhan itu tergantung diantara langit dan bumi, dan tidak akan
diangkat kepada Allah kecuali dengan zakat trah.
Hadits dha’if. Disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al ‘Hal Al Mutanahiyah
(2/8/824). Lalu beliau manyatakan, bahwa hadits ini tidak shahih. Di dalamnya
terdapat periwayat bernama Muhammad bin Ubald AI Bashri, dia seorang yang
majhul (tidak dikenal). 16 - Orang yang berpuasa Ramadhan ketika safar seperti orang yang berbuka ketika
mukim.
Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1/ 511), Al Haitsam bin Kulai
dalam Al Musnad (22/2) dan Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah (1/305), dari
jalan Usamah bin Zaid dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman
dari bapaknya Abdurrahman bin `Auf, secara marfu’.
Hadits ini dha’if, karena ada dua ‘illah (sebab yang mendha’ifkan) yaitu:
a) Terdapat Inqitha’ (terputus sanadnya), karena Abu Salamah tidak pernah
mendengar (hadits) dari bapaknya, sebagaimana dalam Al Fath (yakni Fathul
Barr).
b) Usamah bin Zaid ada kelemahan dalam hafalannya, dan (dalam hadits ini) dia
menyelisihi (periwayatan) orang yang tsiqah, yaitu Ibnu Abi Dzi’b, bahwa is
(Ibnu Abi Dzi’b) meriwayatkannya dari Az Zuhri Ibnu Syihab secara mauquf
(hanya sampai sahabat).
15Lihat Adh Dha’ifah 1/468, no. 298.
16Lihat Adh Dha’ifah 1/117 no. 43.
Diriwayatkan juga oleh An Nasal (1/316) dan AI Firyabi dalam Ash Shiyam
(4/70/1), dari beberapa jalan dari Ibnu Syihab. Oleh karena itu, Al Baihaqi
berkata dalam As Sunan Al Kubra (4/244), “Dan hadits ini mauquf. Dalam
sanadnya terdapat inqitha’ (keterputusan). Dan diriwayatkan secara marfu’,
namun sanadnya dha’if.” 17 - Barangsiapa beri’tikaf sepuluh hari di bulan Ramadhan, maka sama pahalanya
seperti dua kali dan dua kali umrah.
Hadits maudhu’ (paisu). Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab
dari hadits AI Husain bin Ali; secara marfu’. Lalu beliau berkata,”Sanadnya
dha’if, Muhammad bin Zadan seorang periwayat hadits ini- adalah seorang matruk
(ditinggalkan haditsnya).” Imam Al Bukhari berkata, “Haditsnya tidak boleh
ditulis.”
Dalam sanadnyajuga terdapat periwayat bernama ‘Anbasah bin Abdurrahman. Al
Bukhari berkata,”Mereka (ahli hadits) meninggalkan (hadits)nya.” Adz Dzahabi
berkata dalam Adh Dhu’afa, “Dia itu matruk dan tertuduh memalsukan hadits-.”
Adz Dzahabi dalam Al Mizan menukil dari Abu Hatim, bahwa is berkata tentang
‘Anbasah-,”Dia memalsukan hadits”, dan ini salah satunya. 18 - Barangsiapa berbuka satu hari (di slang hari) bulan Ramadhan dalam keadaan
mukim, maka hendaknya menyembelih seekor hewan kurban (unta atau sap). Jika
tidak sanggup, maka memberi makan orangorang miskin dengan kurma sebanyak
30 sha’.
Hadits maudhu’ (palsu). Disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu’atdari
apa yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni, dari jalan Khalid bin ‘Amr Al Himshi
dari bapaknya dari Al Harits bin ‘Ubaidah Al Kila’i dari Muqatil bin Sulaiman
dari ‘Atha bin Abi Rabah dari Jabir, secara marfu’. Beliau (Ibnul Jauzi) berkata
(2/196), “Muqatil itu pendusta, dan Al Harits itu dha’if (lemah haditsnya).” Dan
disepakati oleh As Suyuthi dalam Al Laali (2/106). 19 - Sesungguhnya, syurga akan berhias menghadapi bulan Ramadhan dari tahun ke
tahun. Maka jika datang malam pertama bulan Ramadhan, berhembuslah angin
dari bawah ‘arsy, lalu terbukalah daun-daun syurga dari tubuh Hur’ien (para
17Lihat Adh Dha’ifah 1/713, no. 498.
18Lihat Adh Dha’ifah 2/10, no. 518.
19Lihat Adh Dha’ifah 2 88, no. 263. bidadari syurga), lalu mereka berkata, “Wahai Rabb kami, jadikanlah untuk kami
pasangan-pasangan dari hamba-hambaMu yang dapat menyejukkan mata kami
dan menyejukkan mata mereka.”
Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Mu jam Al Awsath
no. 6943, Tammam dalam Al Fawaid (Juz 1,.no. 34), dan Ibnu ‘Asakir dalam
Fadhlu Ramadhan (Q/171-2) , dari jalan Al Walid bin Al Walid dari Ibnu Tsauban
dari’Amr bin Dinar dari Ibnu Umar, secara marfu’.
Ath Thabrani berkata,’Tidak ada yang meriwayatkan dari Ibnu Tsauban selain
Al Walid.” Dan dia adalah Al Qalanisi, seorang yang wahin (amat lemah
haditsnya). Ad Daruquthni menyatakan, bahwa dia (Al Walid) itu matruk. Di
waktu lain beliau mengatakan, “Munkarul hadits.” Sedangkan Nashr Al Maqdisi
menyatakan,”Mereka (ahli hadits) telah meninggalkannya (AI Walid).” 20 - “Barangsiapa memberi buka kepada seorang yang berpuasa di bulan Ramadhan
dari pendapatan yang halal, maka malaikat akan mendo’akannya sepanjang
ma/am-malam Ramadhan, Jibril akan menjabat tangannya.
Dan barangsiapa yang tangannya dijabat oleh Jibril, maka hatinya akan lunak
dan air matanya akan banyak bercucuran.” Seorang laki-laki bertanya,’ Wahai
Rasulullah, jika seseorang tidak punya?” Beliau menjawab, “Cukup segenggam
makanan.” Orang tersebut bertanya lagi,’Bagaimana dengan orang yang tidak
punya itu?” Beliau menjawab, “Kalau begitu sepotong roti.”Orang itu bertanya
lagi, “Bagaimana jika dia tidak punya itu.” Beliau menjawab,”Kalau begitu,
seteguk susu. “Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana jika dia tidak punya itu?”
Beliau menjawab, “Kalau begitu, seteguk air minum.”
Hadits dha’if. Diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil (Q69/2), dari jalan
Hakim bin Khidzam Al Abdi dad Ali bin Zaid dari Sa’id bin Al Musayyib dari
Salman Al Farisi, secara marfu’. Sanad hadits ini lemah sekali, padanya ada dua
‘illat (sebab kelemahannya), yaitu:
a) Ali bin Zaid, yaitu bin Jad’an adalah seorang yang dha’if karena buruk
hafalannya.
b) Hakim, dinyatakan oleh Abu Hatim sebagai,”Matrukul hadits.” Sedangkan
Al-Bukhari menyebutnya, “Munkarul hadits.” 21
20Lihat Adh Dha’ifah 3/493, no. 1325.
21Lihat Adh Dha’ifah 3/503, no. 1333.
Dihimpun dan disarikan dari:
• Silsllah Al Ahadits Adh Dha’ifah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani, Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
• lrwa’ul Ghalil Fi Takhriji Ahaditsi Manaris Sabil, karya Syaikh Muhammad
Nashirudin AI Albani, Cetakan 2, Al Maktab Al Islami, Beirut.
• Dha’if Sunan At Turmudzi, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
• Dha’if Sunan Abu Daud, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
• Dha’if Sunan Ibnu Majah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
• Dha’if Al Jami’ush Shaghir, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Cetakan 3, Al Maktab Al Islami, Beirut.
• Al ‘ilal Al Mutanahiyah Fil Ahaditsil Wahiyah, karya Ibnul Jauzi, tahqiq,
Al Ustadz Irsyadul Haq Al Atsari, ldaratul ‘Ulumil Atsariyyah, Faishal Aabad,
Pakistan.
• Silsllah Al Ahadits Adh Dha’ifah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani, Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
• lrwa’ul Ghalil Fi Takhriji Ahaditsi Manaris Sabil, karya Syaikh Muhammad
Nashirudin AI Albani, Cetakan 2, Al Maktab Al Islami, Beirut.
• Dha’if Sunan At Turmudzi, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
• Dha’if Sunan Abu Daud, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
• Dha’if Sunan Ibnu Majah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
• Dha’if Al Jami’ush Shaghir, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Cetakan 3, Al Maktab Al Islami, Beirut.
• Al ‘ilal Al Mutanahiyah Fil Ahaditsil Wahiyah, karya Ibnul Jauzi, tahqiq,
Al Ustadz Irsyadul Haq Al Atsari, ldaratul ‘Ulumil Atsariyyah, Faishal Aabad,
Pakistan.
No comments:
Post a Comment