Inilah nasib manusia, hampir tak ada tempat yang tenang untuk berdiam
di muka bumi ini. Bahkan sesudah meninggal pun masih saja ada manusia
yang usil untuk mengganggunya. Mungkin pembaca masih ingat peristiwa
beberapa tahun yang lalu di desa Pelumutan, Purbalingga. Sumanto dengan
berani dan nekat mengusik ketenangan mayat nenek Rinah dengan mencuri
tubuhnya untuk dimakan. Lain lagi Parman, 40
tahun, (bukan nama sebenarnya), seorang nelayan warga desa Kawunganten,
Cilacap. Dia mengusik mayat seseroang dengan maksud hanya untuk
mengambil kain morinya sebagai media pesugihan. Parman dengan tega
mengabil satu-satunya barang si mayat yang dia bawa ke alam kuburnya,
yaitu selembar kain mori.
Sifat nekatnya ini dikarenakan beban hidup yang menghimpit
keluarganya. Dia megikuti jalan seperti yang pernah ditempuh oleh
temannya yang sekarang menjadi kaya raya. Berkat kenekatan dan
keberaniannya, mencuri kain kafan atau mori orang yang mati pada malam
Jum’at Kliwon atau Selasa Kliwon, Parman berharap bisa memperoleh apa
yang dia inginkan sehingga bisa menjadi kaya raya dan tidak lagi
mengontrak rumah mungil di perkampungan nelayan. Ritual ini dianggapnya
paling mudah dan sederhana. Karena jika dia berhasil mengambilnya, dia
bisa meminta apa saja pada sosok mayat yang diambil morinya itu, sebagai
tebusan. Seperti petunjuk Badrun (bukan nama sebenarnya).
“Kenapa harus orang yang mati pada hari Jum’at atau Selasa Kliwon
yang digunakan sebagai ritual pesugihan?” Tanya penulis saat itu.
Menurutnya, ini sudah menjadi syarat ilmu kejawen dam ritual pesugihan
kain mori yang dipercaya sejak dulu.
Berbulan-bulan Parman menunggu dan mengintai orang yang meninggal
pada hari tersebut. Tak jarang dia menyelidiki, mencari informasi secara
diam-diam hingga ke kampung sebelah. Kalau-kalau ada yang meninggal di
hari yang dia harapkan agar bisa digunakan sebagai media ritualnya.
Hingga akhirnya dia menemukan orang meninggal seperti yang diharapkan itu.
“Beruntung sekali aku waktu itu, yang meninggal adalah seorang anak
kecil. Sehingga aku bisa dan berani mengambil kain kafannya. Jika saja
yang meninggal orang sudah dewasa, mungkin aku tak sanggup untuk
mengambilnya. Karena si mayat tidak akan mungkin rela selimutnya (kain
penghangat tidurnya) saya ambil. Dia akan mempertahankan kain mori itu
sehingga akupun harus berkelahi dengannya di liang kubur,” cerita Parman
mengawali kisahnya.
Memang benar, taruhannya nyawa untuk memperoleh dan merebut kain mori
yang sedang dipakai oleh si mayat. Diamping harus waspada terhadap
orang lain agar tidak diketahui, juga harus mati-matian dalam proses
pengambilannya. Ketika menggali kuburan, tidak boleh menggunakan bantuan
peralatan apapun. Jadi harus menggunakan kedua tangan. Hal inilah yang
harus diperhatikan, agar ritual tidak sia-sia.
Kemudian setelah membuka tali pengikat mori, kita harus secepatnya
untuk menarik kain mori tersebut menggunakan gigi. Seberapa pun yang
kita dapatkan itulah yang harus kita bawa pulang sebagai media
pesugihan. Jadi kita tidak boleh mengambilnya berulang-ulang kali, cukup
sekenanya saja. Beruntung jika kita bisa mendapatkan yang cukup lebar
sehingga kita bisa semakin kaya.
Menurut Parman jika sang mayat sudah nampak (kelihatan), disinilah
kita harus berhati-hati. Karena si mayat akan cepat menyerang kita dan
memperthankan kain mori yang digunakan untuk selimut baginya. Percaya
atau tidak, setiap orang yang haus akan harta, dan melakukan ritual ini,
pasti dia akan berkelahi dengan jasad orang tersebut. Dimana jasad
mayat itu mungkin saja telah disusupi oleh roh jahat, sehingga tenaga
diapun begitu kuat
“Aku benar-benar tak menyangka kalau mayat itu memiliki tenaga yang
berlipat ganda. Jauh lebih besar dari tenaga manusia pada umumnya.
Walaupun yang aku ambil kain mori milik anak kecil, tapi tenaga dia
seperti orang dewasa. Apalagi jika yang meninggal adalah orang dewasa,
sudah pasti aku tak mampu untuk mengambilnya. Pantas saja banyak orang
yang tak sanggup dan gagal melakukan ritual ini,” tuturnya kepada
penulis.
Jika dia kalah dalam bertarung melawan si mayat, dia kan babak belur
bahkan tak jarang dia mengalami cacat tubuh akibat dipukuli oleh mayat
dalam liang kubur. Parman saja mengalami luka memar dan biru-biru di
sekujur tubuhnya. Oleh karena itu, tak jarang orang yang punya niat
mengambil kaim mori milik mayat hanya mendapatkan luka babak belur,
tanpa membawa hasil apapun
“Yang jadi masalah, kita harus konsentrasi bagaimana secepatnya bisa
mengambil kain mori itu dan melepaskan diri dari dalam liang lahat. Jadi
kita sama sekali tak bisa untuk melawannya,” uangkapannya kemudian.
Cerita Parman bisa dimaklumi, disamping menahan takut, dia juga harus
menahan pukulan dari si mayat tersebut. Hal ini berlangsung cukup lama,
mengingat dalam penggalian serta cara mengambil mori itu hanya
menggunakan tangan dan mulut. Karena menurut kepercayaan tak
diperbolehkan menggunakan peralatan. Jika telah mendapat kain mori itu,
keberhasilan hidup dimasa depan boleh dikatakan sudah di depan mata.
Karena menurut Parman, kita bisa meminta apa saja nantinya pada si mayat
yang telah kita ambil kain morinya itu. Bagaimana cara mengguankan kain
mori yang telah diambilnya dari kuburan, sebagai sarana ritual
pesugihan itu? Berikut cerita Parman membeberkan kepada penulis.
“Jika
kita sudah mendapatkan mori mayat, sesampainya di rumah langsung kita
simpan saja sementara di dalam almari menunggu waktu yang tepat untuk
memulainya. Tapi jangan sampai di cuci. Cara menggunakannnya cukup
mudah, kain mori tersebut kita jadikan sumbu lampu (templok). Tepat pada
jam duabelas, malam Jum’at atau Selasa Kliwon. Dengan sedikit ritual
dan mantra tertentu, lalu kita dulut (bakar). Setelah sumbu lampu itu
menyala, asap dari sumbu mori itu akan membumbung. Dengan ketajaman si
mayat, dia akan mencium di mana selimutnya berada. Sehingga bisa kita
pastikan mayat pemilik kain mori tersebut akan muncul mendatangai rumah
kita. Dia akan terus memutari rumah kita untuk meminta yang dia sebut
selimutnya itu,” papar Parman.
Menurutnya pula, mayat itu akan merengek dan menangis meminta kepada
kita. Nah, disaat inilah Parman akan mempermainkan dan memperdayainya
untuk kepentingannya, yaitu dengan meminta segala sesuatu yang
diinginkannya. Walaupun menurutnya pula, dia selalu merasa berdosa dan
tak tega mendengar suara ratapannya itu.
“Waktu pertama saya mencobanya, saya merinding, bahkan ikut menangis.
Tapi demi urusan perut dan masa depan keluargaku, ritual tersebut
terpaksa aku teruskan. “Menurut Parman, saat dia menyobek kain mori
untuk dijadikannya sumbu, ada perasaan lain yang dia rasakan. Perasaa
itu semakin santer saat sumbu kain mori mulai disulut di dalam kamarnya.
Lalu menyala dan mengeluarkan asap mengepul, memenuhi ruangan.
Tiba-tiba dari arah jendela kamar, ada suara ketukan yang dibarengi
dengan sebuah tangisan yang menyayat, serta permintaan tolong dari anak
kecil.
“Tolong Pak…………….., kembalikan selimutku! Aku kedinginan. Kembalikan
selimut satu-satunya miliku yang kamu ambil itu pak. Aku
membutuhkannya…… jangan kau ambil miliku itu Pak! Berikan. Aku
membutuhkannya……………” suara anak kecil yang berada di luar jendela itu.
Parman tahu persis, kalau itu adalah suara sosok mayat yang diambil kain
morinya itu. Dia terus memohon sambil menangis.
“Selimutmu akan aku kembalikan padamu, tapi nanti jika aku sudah
memiliki rumah sendiri yang bagus. Makanya kamu bantu aku agar aku
memiliki rumah bagus sehingga selimutmu segera aku kembalikan.” Janji
Parman kepada sosok di luar.
Tak lama suara itu hilang, entah kemana dan Parman langsung mematikan
lampu templok tersebut. Aneh tapi benar adanya. Tak begitu lama, Parman
mendapatkan ikan saat melaut yang tak masuk akal dalam sepanjang
sejarah dia menjadi nelayan. Dia mendapatkan tangkapan yang luar biasa
banyaknya. Hal ini berlangsung hampir tiga bulan lamanya. Sehingga pada
akhir bulan ketiga, dia benar-benar bisa memiliki rumah sendiri yang
bagus. Parman tak mau berhenti hanya di situ. Malam Jum’at Kliwon
berikutnya, kembali dia menyulut sumbu kain mori itu lagi. Sehingga
kejadian seperti dulupun terulang lagi
“Tolong Pak…………., selimutku kembalikan, aku benar-benar. Aku tak
tahan lagi aku tak kuat pak, bantu aku kembalikan selimut itu padaku,”
rengeknya lagi. Parmanpun kembali menjanjikannya lagi.
“Kalau kamu ingin aku bantu, kamu juga harus membantuku. Aku
menginginkan motor baru, jika kamu bisa membantu, nanti selimutmu akan
aku kembalikan,” jawabnya lagi. Kembali suara itu hilang seperti terbawa
angin malam Jum’at Kliwon saat itu. Benar-benar luar biasa, entah uang
dari mana tapi yang jelas rezeki Parman terus mengalir, sehingga dia
benar-benar bisa membeli sebuah sepeda motor baru.
Kini Parman semakin percaya akan keampuhan sumbu kain kafan seperti
yang diceritakan Badrun. Pantas Badrun semakin kaya saja. Rupanya jika
menginginkan sesuatu dia tinggal menyulut sumbu mori. Lalu empunya akan
datang untuk memberinya apa yang dia inginkan, pikir Parman dalam hati.
Kehidupan Parman benar-benar berubah drastis. Dia menjadi seorang yang
kaya dan terpandang di kampungnya. Parman tak berpikir lagi tentang
penderitaan mayat yang dicuri kain kafannya. Termasuk keluarga si mayat
yang masih hidup yang tak rela kuburan anaknya di bongkar dan di rusak.
Parman malah semakin serakah dengan tipu muslihatnya memperdaya sukma
orang yang mati. Roh yang seharusnya telah tenang di alam sana, masih
dia usik kedamaiannya. Bahkan dimintai seabreg urusan duniawi yang
ujung-ujungnya hanyalah tipu muslihat Parmana. Selama sumbu kain mori
mayat itu masih ada, Parman masih terus bisa memperdaya makhluk halus
itu. Dia sendiri tak tahu kapan sumbu itu akan habis sebagai sarana
pesugihannya. Bahkan mungkin untuk kesekian puluh kalinya dia
menginginkan sesuatu yang benar-benar dramatis. Dia berjanji kepada
arwah anak kecil itu, untuk yang terakhir kalinya, kalau dia akan
mengembalikan selimutnya jika dirinya telah memiliki sebuah kapal
penangkap ikan sendiri, tidak menyewa kepada Bandar ikan lagi.
“Ingat pak, ini adalah janjimu yang terakhir kalinya. Aku juga sudah
lelah dijanjikan terus menerus. Aku hanya ingin kamu menepati janji
itu.” Ucap sosok bocah dari alam gaib itu sembari pergi.
Aneh bin ajaib, selang beberapa bulan, Parman pun bisa memiliki kapal
penangkap ikan sendiri. Hasil lelang dari Bandar kaya di daerahnya.
Kini tempat pelelangan ikan, benar-benar seperti telah dikuasainya. Tapi
sayang, sifat serakah orang tak pernah hilang dari hatinya. Parman
masih menginginkan beberapa bidang tambak di pinggiran teluk.
Malam Jum’at Kliwon kurang tiga hari lagi. Niat hati ingin membakar
sumbu pesugihan itu, tapi sayang kapal ikannya justru tenggelam akibat
badai dan ombak yang ganas dan tak bisa terselamatkan lagi. Tak hanya
itu, rumah Parman beserta perabotannya terbakar habis saat kompor gas
yang sedang dipakai memaksa istrinya meledak. Parman benar-benar kecewa,
bahkan stress. Kini dia kembali lagi menjadi orang miskin yang hidup
menumpang pada orang lain. Dia juga kembali menjadi nelayan buruh pada
seseorang
“Percayalah Mas, tak pernah ada untungnya kita mendzalimi orang lain,
apalagi orang yang sudah mati. Biarkan mereka tenang dan damai di
sisi-Nya. Jangan sekali-kali pengalamanku ini dicontoh orang lagi. Ini
hanya untuk mengambil hikmahnya saja bahwa segala sesuatu akan kembali
kepada asalnya. Dan semua sudah ditakdirkan serta digariskan oleh-Nya,”
tutur Parman yang kini benar-benar telah insaf. Dia merasa selalu
dihantui oleh mayat yang dicuri kain kafannya itu.
Wednesday, December 12, 2012
Pesugihan Kain Mori Mayat
Inilah nasib manusia, hampir tak ada tempat yang tenang untuk berdiam
di muka bumi ini. Bahkan sesudah meninggal pun masih saja ada manusia
yang usil untuk mengganggunya. Mungkin pembaca masih ingat peristiwa
beberapa tahun yang lalu di desa Pelumutan, Purbalingga. Sumanto dengan
berani dan nekat mengusik ketenangan mayat nenek Rinah dengan mencuri
tubuhnya untuk dimakan. Lain lagi Parman, 40
tahun, (bukan nama sebenarnya), seorang nelayan warga desa Kawunganten,
Cilacap. Dia mengusik mayat seseroang dengan maksud hanya untuk
mengambil kain morinya sebagai media pesugihan. Parman dengan tega
mengabil satu-satunya barang si mayat yang dia bawa ke alam kuburnya,
yaitu selembar kain mori.
Sifat nekatnya ini dikarenakan beban hidup yang menghimpit keluarganya. Dia megikuti jalan seperti yang pernah ditempuh oleh temannya yang sekarang menjadi kaya raya. Berkat kenekatan dan keberaniannya, mencuri kain kafan atau mori orang yang mati pada malam Jum’at Kliwon atau Selasa Kliwon, Parman berharap bisa memperoleh apa yang dia inginkan sehingga bisa menjadi kaya raya dan tidak lagi mengontrak rumah mungil di perkampungan nelayan. Ritual ini dianggapnya paling mudah dan sederhana. Karena jika dia berhasil mengambilnya, dia bisa meminta apa saja pada sosok mayat yang diambil morinya itu, sebagai tebusan. Seperti petunjuk Badrun (bukan nama sebenarnya).
“Kenapa harus orang yang mati pada hari Jum’at atau Selasa Kliwon yang digunakan sebagai ritual pesugihan?” Tanya penulis saat itu. Menurutnya, ini sudah menjadi syarat ilmu kejawen dam ritual pesugihan kain mori yang dipercaya sejak dulu.
Berbulan-bulan Parman menunggu dan mengintai orang yang meninggal pada hari tersebut. Tak jarang dia menyelidiki, mencari informasi secara diam-diam hingga ke kampung sebelah. Kalau-kalau ada yang meninggal di hari yang dia harapkan agar bisa digunakan sebagai media ritualnya.
Hingga akhirnya dia menemukan orang meninggal seperti yang diharapkan itu.
“Beruntung sekali aku waktu itu, yang meninggal adalah seorang anak kecil. Sehingga aku bisa dan berani mengambil kain kafannya. Jika saja yang meninggal orang sudah dewasa, mungkin aku tak sanggup untuk mengambilnya. Karena si mayat tidak akan mungkin rela selimutnya (kain penghangat tidurnya) saya ambil. Dia akan mempertahankan kain mori itu sehingga akupun harus berkelahi dengannya di liang kubur,” cerita Parman mengawali kisahnya.
Memang benar, taruhannya nyawa untuk memperoleh dan merebut kain mori yang sedang dipakai oleh si mayat. Diamping harus waspada terhadap orang lain agar tidak diketahui, juga harus mati-matian dalam proses pengambilannya. Ketika menggali kuburan, tidak boleh menggunakan bantuan peralatan apapun. Jadi harus menggunakan kedua tangan. Hal inilah yang harus diperhatikan, agar ritual tidak sia-sia.
Kemudian setelah membuka tali pengikat mori, kita harus secepatnya untuk menarik kain mori tersebut menggunakan gigi. Seberapa pun yang kita dapatkan itulah yang harus kita bawa pulang sebagai media pesugihan. Jadi kita tidak boleh mengambilnya berulang-ulang kali, cukup sekenanya saja. Beruntung jika kita bisa mendapatkan yang cukup lebar sehingga kita bisa semakin kaya.
Menurut Parman jika sang mayat sudah nampak (kelihatan), disinilah kita harus berhati-hati. Karena si mayat akan cepat menyerang kita dan memperthankan kain mori yang digunakan untuk selimut baginya. Percaya atau tidak, setiap orang yang haus akan harta, dan melakukan ritual ini, pasti dia akan berkelahi dengan jasad orang tersebut. Dimana jasad mayat itu mungkin saja telah disusupi oleh roh jahat, sehingga tenaga diapun begitu kuat
“Aku benar-benar tak menyangka kalau mayat itu memiliki tenaga yang berlipat ganda. Jauh lebih besar dari tenaga manusia pada umumnya. Walaupun yang aku ambil kain mori milik anak kecil, tapi tenaga dia seperti orang dewasa. Apalagi jika yang meninggal adalah orang dewasa, sudah pasti aku tak mampu untuk mengambilnya. Pantas saja banyak orang yang tak sanggup dan gagal melakukan ritual ini,” tuturnya kepada penulis.
Jika dia kalah dalam bertarung melawan si mayat, dia kan babak belur bahkan tak jarang dia mengalami cacat tubuh akibat dipukuli oleh mayat dalam liang kubur. Parman saja mengalami luka memar dan biru-biru di sekujur tubuhnya. Oleh karena itu, tak jarang orang yang punya niat mengambil kaim mori milik mayat hanya mendapatkan luka babak belur, tanpa membawa hasil apapun
“Yang jadi masalah, kita harus konsentrasi bagaimana secepatnya bisa mengambil kain mori itu dan melepaskan diri dari dalam liang lahat. Jadi kita sama sekali tak bisa untuk melawannya,” uangkapannya kemudian.
Cerita Parman bisa dimaklumi, disamping menahan takut, dia juga harus menahan pukulan dari si mayat tersebut. Hal ini berlangsung cukup lama, mengingat dalam penggalian serta cara mengambil mori itu hanya menggunakan tangan dan mulut. Karena menurut kepercayaan tak diperbolehkan menggunakan peralatan. Jika telah mendapat kain mori itu, keberhasilan hidup dimasa depan boleh dikatakan sudah di depan mata. Karena menurut Parman, kita bisa meminta apa saja nantinya pada si mayat yang telah kita ambil kain morinya itu. Bagaimana cara mengguankan kain mori yang telah diambilnya dari kuburan, sebagai sarana ritual pesugihan itu? Berikut cerita Parman membeberkan kepada penulis.
“Jika kita sudah mendapatkan mori mayat, sesampainya di rumah langsung kita simpan saja sementara di dalam almari menunggu waktu yang tepat untuk memulainya. Tapi jangan sampai di cuci. Cara menggunakannnya cukup mudah, kain mori tersebut kita jadikan sumbu lampu (templok). Tepat pada jam duabelas, malam Jum’at atau Selasa Kliwon. Dengan sedikit ritual dan mantra tertentu, lalu kita dulut (bakar). Setelah sumbu lampu itu menyala, asap dari sumbu mori itu akan membumbung. Dengan ketajaman si mayat, dia akan mencium di mana selimutnya berada. Sehingga bisa kita pastikan mayat pemilik kain mori tersebut akan muncul mendatangai rumah kita. Dia akan terus memutari rumah kita untuk meminta yang dia sebut selimutnya itu,” papar Parman.
Menurutnya pula, mayat itu akan merengek dan menangis meminta kepada kita. Nah, disaat inilah Parman akan mempermainkan dan memperdayainya untuk kepentingannya, yaitu dengan meminta segala sesuatu yang diinginkannya. Walaupun menurutnya pula, dia selalu merasa berdosa dan tak tega mendengar suara ratapannya itu.
“Waktu pertama saya mencobanya, saya merinding, bahkan ikut menangis. Tapi demi urusan perut dan masa depan keluargaku, ritual tersebut terpaksa aku teruskan. “Menurut Parman, saat dia menyobek kain mori untuk dijadikannya sumbu, ada perasaan lain yang dia rasakan. Perasaa itu semakin santer saat sumbu kain mori mulai disulut di dalam kamarnya. Lalu menyala dan mengeluarkan asap mengepul, memenuhi ruangan. Tiba-tiba dari arah jendela kamar, ada suara ketukan yang dibarengi dengan sebuah tangisan yang menyayat, serta permintaan tolong dari anak kecil.
“Tolong Pak…………….., kembalikan selimutku! Aku kedinginan. Kembalikan selimut satu-satunya miliku yang kamu ambil itu pak. Aku membutuhkannya…… jangan kau ambil miliku itu Pak! Berikan. Aku membutuhkannya……………” suara anak kecil yang berada di luar jendela itu. Parman tahu persis, kalau itu adalah suara sosok mayat yang diambil kain morinya itu. Dia terus memohon sambil menangis.
“Selimutmu akan aku kembalikan padamu, tapi nanti jika aku sudah memiliki rumah sendiri yang bagus. Makanya kamu bantu aku agar aku memiliki rumah bagus sehingga selimutmu segera aku kembalikan.” Janji Parman kepada sosok di luar.
Tak lama suara itu hilang, entah kemana dan Parman langsung mematikan lampu templok tersebut. Aneh tapi benar adanya. Tak begitu lama, Parman mendapatkan ikan saat melaut yang tak masuk akal dalam sepanjang sejarah dia menjadi nelayan. Dia mendapatkan tangkapan yang luar biasa banyaknya. Hal ini berlangsung hampir tiga bulan lamanya. Sehingga pada akhir bulan ketiga, dia benar-benar bisa memiliki rumah sendiri yang bagus. Parman tak mau berhenti hanya di situ. Malam Jum’at Kliwon berikutnya, kembali dia menyulut sumbu kain mori itu lagi. Sehingga kejadian seperti dulupun terulang lagi
“Tolong Pak…………., selimutku kembalikan, aku benar-benar. Aku tak tahan lagi aku tak kuat pak, bantu aku kembalikan selimut itu padaku,” rengeknya lagi. Parmanpun kembali menjanjikannya lagi.
“Kalau kamu ingin aku bantu, kamu juga harus membantuku. Aku menginginkan motor baru, jika kamu bisa membantu, nanti selimutmu akan aku kembalikan,” jawabnya lagi. Kembali suara itu hilang seperti terbawa angin malam Jum’at Kliwon saat itu. Benar-benar luar biasa, entah uang dari mana tapi yang jelas rezeki Parman terus mengalir, sehingga dia benar-benar bisa membeli sebuah sepeda motor baru.
Kini Parman semakin percaya akan keampuhan sumbu kain kafan seperti yang diceritakan Badrun. Pantas Badrun semakin kaya saja. Rupanya jika menginginkan sesuatu dia tinggal menyulut sumbu mori. Lalu empunya akan datang untuk memberinya apa yang dia inginkan, pikir Parman dalam hati. Kehidupan Parman benar-benar berubah drastis. Dia menjadi seorang yang kaya dan terpandang di kampungnya. Parman tak berpikir lagi tentang penderitaan mayat yang dicuri kain kafannya. Termasuk keluarga si mayat yang masih hidup yang tak rela kuburan anaknya di bongkar dan di rusak.
Parman malah semakin serakah dengan tipu muslihatnya memperdaya sukma orang yang mati. Roh yang seharusnya telah tenang di alam sana, masih dia usik kedamaiannya. Bahkan dimintai seabreg urusan duniawi yang ujung-ujungnya hanyalah tipu muslihat Parmana. Selama sumbu kain mori mayat itu masih ada, Parman masih terus bisa memperdaya makhluk halus itu. Dia sendiri tak tahu kapan sumbu itu akan habis sebagai sarana pesugihannya. Bahkan mungkin untuk kesekian puluh kalinya dia menginginkan sesuatu yang benar-benar dramatis. Dia berjanji kepada arwah anak kecil itu, untuk yang terakhir kalinya, kalau dia akan mengembalikan selimutnya jika dirinya telah memiliki sebuah kapal penangkap ikan sendiri, tidak menyewa kepada Bandar ikan lagi.
“Ingat pak, ini adalah janjimu yang terakhir kalinya. Aku juga sudah lelah dijanjikan terus menerus. Aku hanya ingin kamu menepati janji itu.” Ucap sosok bocah dari alam gaib itu sembari pergi.
Aneh bin ajaib, selang beberapa bulan, Parman pun bisa memiliki kapal penangkap ikan sendiri. Hasil lelang dari Bandar kaya di daerahnya. Kini tempat pelelangan ikan, benar-benar seperti telah dikuasainya. Tapi sayang, sifat serakah orang tak pernah hilang dari hatinya. Parman masih menginginkan beberapa bidang tambak di pinggiran teluk.
Malam Jum’at Kliwon kurang tiga hari lagi. Niat hati ingin membakar sumbu pesugihan itu, tapi sayang kapal ikannya justru tenggelam akibat badai dan ombak yang ganas dan tak bisa terselamatkan lagi. Tak hanya itu, rumah Parman beserta perabotannya terbakar habis saat kompor gas yang sedang dipakai memaksa istrinya meledak. Parman benar-benar kecewa, bahkan stress. Kini dia kembali lagi menjadi orang miskin yang hidup menumpang pada orang lain. Dia juga kembali menjadi nelayan buruh pada seseorang
“Percayalah Mas, tak pernah ada untungnya kita mendzalimi orang lain, apalagi orang yang sudah mati. Biarkan mereka tenang dan damai di sisi-Nya. Jangan sekali-kali pengalamanku ini dicontoh orang lagi. Ini hanya untuk mengambil hikmahnya saja bahwa segala sesuatu akan kembali kepada asalnya. Dan semua sudah ditakdirkan serta digariskan oleh-Nya,” tutur Parman yang kini benar-benar telah insaf. Dia merasa selalu dihantui oleh mayat yang dicuri kain kafannya itu.
Sifat nekatnya ini dikarenakan beban hidup yang menghimpit keluarganya. Dia megikuti jalan seperti yang pernah ditempuh oleh temannya yang sekarang menjadi kaya raya. Berkat kenekatan dan keberaniannya, mencuri kain kafan atau mori orang yang mati pada malam Jum’at Kliwon atau Selasa Kliwon, Parman berharap bisa memperoleh apa yang dia inginkan sehingga bisa menjadi kaya raya dan tidak lagi mengontrak rumah mungil di perkampungan nelayan. Ritual ini dianggapnya paling mudah dan sederhana. Karena jika dia berhasil mengambilnya, dia bisa meminta apa saja pada sosok mayat yang diambil morinya itu, sebagai tebusan. Seperti petunjuk Badrun (bukan nama sebenarnya).
“Kenapa harus orang yang mati pada hari Jum’at atau Selasa Kliwon yang digunakan sebagai ritual pesugihan?” Tanya penulis saat itu. Menurutnya, ini sudah menjadi syarat ilmu kejawen dam ritual pesugihan kain mori yang dipercaya sejak dulu.
Berbulan-bulan Parman menunggu dan mengintai orang yang meninggal pada hari tersebut. Tak jarang dia menyelidiki, mencari informasi secara diam-diam hingga ke kampung sebelah. Kalau-kalau ada yang meninggal di hari yang dia harapkan agar bisa digunakan sebagai media ritualnya.
Hingga akhirnya dia menemukan orang meninggal seperti yang diharapkan itu.
“Beruntung sekali aku waktu itu, yang meninggal adalah seorang anak kecil. Sehingga aku bisa dan berani mengambil kain kafannya. Jika saja yang meninggal orang sudah dewasa, mungkin aku tak sanggup untuk mengambilnya. Karena si mayat tidak akan mungkin rela selimutnya (kain penghangat tidurnya) saya ambil. Dia akan mempertahankan kain mori itu sehingga akupun harus berkelahi dengannya di liang kubur,” cerita Parman mengawali kisahnya.
Memang benar, taruhannya nyawa untuk memperoleh dan merebut kain mori yang sedang dipakai oleh si mayat. Diamping harus waspada terhadap orang lain agar tidak diketahui, juga harus mati-matian dalam proses pengambilannya. Ketika menggali kuburan, tidak boleh menggunakan bantuan peralatan apapun. Jadi harus menggunakan kedua tangan. Hal inilah yang harus diperhatikan, agar ritual tidak sia-sia.
Kemudian setelah membuka tali pengikat mori, kita harus secepatnya untuk menarik kain mori tersebut menggunakan gigi. Seberapa pun yang kita dapatkan itulah yang harus kita bawa pulang sebagai media pesugihan. Jadi kita tidak boleh mengambilnya berulang-ulang kali, cukup sekenanya saja. Beruntung jika kita bisa mendapatkan yang cukup lebar sehingga kita bisa semakin kaya.
Menurut Parman jika sang mayat sudah nampak (kelihatan), disinilah kita harus berhati-hati. Karena si mayat akan cepat menyerang kita dan memperthankan kain mori yang digunakan untuk selimut baginya. Percaya atau tidak, setiap orang yang haus akan harta, dan melakukan ritual ini, pasti dia akan berkelahi dengan jasad orang tersebut. Dimana jasad mayat itu mungkin saja telah disusupi oleh roh jahat, sehingga tenaga diapun begitu kuat
“Aku benar-benar tak menyangka kalau mayat itu memiliki tenaga yang berlipat ganda. Jauh lebih besar dari tenaga manusia pada umumnya. Walaupun yang aku ambil kain mori milik anak kecil, tapi tenaga dia seperti orang dewasa. Apalagi jika yang meninggal adalah orang dewasa, sudah pasti aku tak mampu untuk mengambilnya. Pantas saja banyak orang yang tak sanggup dan gagal melakukan ritual ini,” tuturnya kepada penulis.
Jika dia kalah dalam bertarung melawan si mayat, dia kan babak belur bahkan tak jarang dia mengalami cacat tubuh akibat dipukuli oleh mayat dalam liang kubur. Parman saja mengalami luka memar dan biru-biru di sekujur tubuhnya. Oleh karena itu, tak jarang orang yang punya niat mengambil kaim mori milik mayat hanya mendapatkan luka babak belur, tanpa membawa hasil apapun
“Yang jadi masalah, kita harus konsentrasi bagaimana secepatnya bisa mengambil kain mori itu dan melepaskan diri dari dalam liang lahat. Jadi kita sama sekali tak bisa untuk melawannya,” uangkapannya kemudian.
Cerita Parman bisa dimaklumi, disamping menahan takut, dia juga harus menahan pukulan dari si mayat tersebut. Hal ini berlangsung cukup lama, mengingat dalam penggalian serta cara mengambil mori itu hanya menggunakan tangan dan mulut. Karena menurut kepercayaan tak diperbolehkan menggunakan peralatan. Jika telah mendapat kain mori itu, keberhasilan hidup dimasa depan boleh dikatakan sudah di depan mata. Karena menurut Parman, kita bisa meminta apa saja nantinya pada si mayat yang telah kita ambil kain morinya itu. Bagaimana cara mengguankan kain mori yang telah diambilnya dari kuburan, sebagai sarana ritual pesugihan itu? Berikut cerita Parman membeberkan kepada penulis.
“Jika kita sudah mendapatkan mori mayat, sesampainya di rumah langsung kita simpan saja sementara di dalam almari menunggu waktu yang tepat untuk memulainya. Tapi jangan sampai di cuci. Cara menggunakannnya cukup mudah, kain mori tersebut kita jadikan sumbu lampu (templok). Tepat pada jam duabelas, malam Jum’at atau Selasa Kliwon. Dengan sedikit ritual dan mantra tertentu, lalu kita dulut (bakar). Setelah sumbu lampu itu menyala, asap dari sumbu mori itu akan membumbung. Dengan ketajaman si mayat, dia akan mencium di mana selimutnya berada. Sehingga bisa kita pastikan mayat pemilik kain mori tersebut akan muncul mendatangai rumah kita. Dia akan terus memutari rumah kita untuk meminta yang dia sebut selimutnya itu,” papar Parman.
Menurutnya pula, mayat itu akan merengek dan menangis meminta kepada kita. Nah, disaat inilah Parman akan mempermainkan dan memperdayainya untuk kepentingannya, yaitu dengan meminta segala sesuatu yang diinginkannya. Walaupun menurutnya pula, dia selalu merasa berdosa dan tak tega mendengar suara ratapannya itu.
“Waktu pertama saya mencobanya, saya merinding, bahkan ikut menangis. Tapi demi urusan perut dan masa depan keluargaku, ritual tersebut terpaksa aku teruskan. “Menurut Parman, saat dia menyobek kain mori untuk dijadikannya sumbu, ada perasaan lain yang dia rasakan. Perasaa itu semakin santer saat sumbu kain mori mulai disulut di dalam kamarnya. Lalu menyala dan mengeluarkan asap mengepul, memenuhi ruangan. Tiba-tiba dari arah jendela kamar, ada suara ketukan yang dibarengi dengan sebuah tangisan yang menyayat, serta permintaan tolong dari anak kecil.
“Tolong Pak…………….., kembalikan selimutku! Aku kedinginan. Kembalikan selimut satu-satunya miliku yang kamu ambil itu pak. Aku membutuhkannya…… jangan kau ambil miliku itu Pak! Berikan. Aku membutuhkannya……………” suara anak kecil yang berada di luar jendela itu. Parman tahu persis, kalau itu adalah suara sosok mayat yang diambil kain morinya itu. Dia terus memohon sambil menangis.
“Selimutmu akan aku kembalikan padamu, tapi nanti jika aku sudah memiliki rumah sendiri yang bagus. Makanya kamu bantu aku agar aku memiliki rumah bagus sehingga selimutmu segera aku kembalikan.” Janji Parman kepada sosok di luar.
Tak lama suara itu hilang, entah kemana dan Parman langsung mematikan lampu templok tersebut. Aneh tapi benar adanya. Tak begitu lama, Parman mendapatkan ikan saat melaut yang tak masuk akal dalam sepanjang sejarah dia menjadi nelayan. Dia mendapatkan tangkapan yang luar biasa banyaknya. Hal ini berlangsung hampir tiga bulan lamanya. Sehingga pada akhir bulan ketiga, dia benar-benar bisa memiliki rumah sendiri yang bagus. Parman tak mau berhenti hanya di situ. Malam Jum’at Kliwon berikutnya, kembali dia menyulut sumbu kain mori itu lagi. Sehingga kejadian seperti dulupun terulang lagi
“Tolong Pak…………., selimutku kembalikan, aku benar-benar. Aku tak tahan lagi aku tak kuat pak, bantu aku kembalikan selimut itu padaku,” rengeknya lagi. Parmanpun kembali menjanjikannya lagi.
“Kalau kamu ingin aku bantu, kamu juga harus membantuku. Aku menginginkan motor baru, jika kamu bisa membantu, nanti selimutmu akan aku kembalikan,” jawabnya lagi. Kembali suara itu hilang seperti terbawa angin malam Jum’at Kliwon saat itu. Benar-benar luar biasa, entah uang dari mana tapi yang jelas rezeki Parman terus mengalir, sehingga dia benar-benar bisa membeli sebuah sepeda motor baru.
Kini Parman semakin percaya akan keampuhan sumbu kain kafan seperti yang diceritakan Badrun. Pantas Badrun semakin kaya saja. Rupanya jika menginginkan sesuatu dia tinggal menyulut sumbu mori. Lalu empunya akan datang untuk memberinya apa yang dia inginkan, pikir Parman dalam hati. Kehidupan Parman benar-benar berubah drastis. Dia menjadi seorang yang kaya dan terpandang di kampungnya. Parman tak berpikir lagi tentang penderitaan mayat yang dicuri kain kafannya. Termasuk keluarga si mayat yang masih hidup yang tak rela kuburan anaknya di bongkar dan di rusak.
Parman malah semakin serakah dengan tipu muslihatnya memperdaya sukma orang yang mati. Roh yang seharusnya telah tenang di alam sana, masih dia usik kedamaiannya. Bahkan dimintai seabreg urusan duniawi yang ujung-ujungnya hanyalah tipu muslihat Parmana. Selama sumbu kain mori mayat itu masih ada, Parman masih terus bisa memperdaya makhluk halus itu. Dia sendiri tak tahu kapan sumbu itu akan habis sebagai sarana pesugihannya. Bahkan mungkin untuk kesekian puluh kalinya dia menginginkan sesuatu yang benar-benar dramatis. Dia berjanji kepada arwah anak kecil itu, untuk yang terakhir kalinya, kalau dia akan mengembalikan selimutnya jika dirinya telah memiliki sebuah kapal penangkap ikan sendiri, tidak menyewa kepada Bandar ikan lagi.
“Ingat pak, ini adalah janjimu yang terakhir kalinya. Aku juga sudah lelah dijanjikan terus menerus. Aku hanya ingin kamu menepati janji itu.” Ucap sosok bocah dari alam gaib itu sembari pergi.
Aneh bin ajaib, selang beberapa bulan, Parman pun bisa memiliki kapal penangkap ikan sendiri. Hasil lelang dari Bandar kaya di daerahnya. Kini tempat pelelangan ikan, benar-benar seperti telah dikuasainya. Tapi sayang, sifat serakah orang tak pernah hilang dari hatinya. Parman masih menginginkan beberapa bidang tambak di pinggiran teluk.
Malam Jum’at Kliwon kurang tiga hari lagi. Niat hati ingin membakar sumbu pesugihan itu, tapi sayang kapal ikannya justru tenggelam akibat badai dan ombak yang ganas dan tak bisa terselamatkan lagi. Tak hanya itu, rumah Parman beserta perabotannya terbakar habis saat kompor gas yang sedang dipakai memaksa istrinya meledak. Parman benar-benar kecewa, bahkan stress. Kini dia kembali lagi menjadi orang miskin yang hidup menumpang pada orang lain. Dia juga kembali menjadi nelayan buruh pada seseorang
“Percayalah Mas, tak pernah ada untungnya kita mendzalimi orang lain, apalagi orang yang sudah mati. Biarkan mereka tenang dan damai di sisi-Nya. Jangan sekali-kali pengalamanku ini dicontoh orang lagi. Ini hanya untuk mengambil hikmahnya saja bahwa segala sesuatu akan kembali kepada asalnya. Dan semua sudah ditakdirkan serta digariskan oleh-Nya,” tutur Parman yang kini benar-benar telah insaf. Dia merasa selalu dihantui oleh mayat yang dicuri kain kafannya itu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment