Oleh: Syaikh Hisyam Kabbani
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan bahwa salah
satu tanda akhir zaman adalah pembangunan Bayt al-Maqdis di Yerusalem
dan penghancuran Yatsrib (Madinah). Sebuah hadits dari Mu’âdz ibn Jabal,
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata (bahwa di antara tanda-tanda akhir zaman adalah),“Pembangunan
kembali Bayt al-Maqdis, penghancuran Yatsrib dan penghancuran Yatsrib,
munculnya pembantaian dan pertempuran dahsyat atau pertikaian berdarah,
penaklukan Konstantinopel dan kemunculan Dajjal.”
Lalu Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menepuk paha Mu’âdz sambil berkata,
“Sungguh, itu merupakan kebenaran, seperti halnya kenyataan bahwa kamu sedang duduk saat ini.”
Kita
mungkin akan berpikir bahwa untuk membangun Yerusalem (Al-Quds) berarti
membangun gedung-gedung tinggi beserta tampilan peradabannya yang bisa
kita saksikan saat ini, dan bahwa di Madinah tidak akan ada “peradaban”
semacam itu.
Namun, di Madinah telah dibangun gedung-gedung tinggi, pusat-pusat
perbelanjaan, hotel-hotel, terowongan-terowongan menuju masjid, dan
perluasan masjid. Semua ini tampaknya bertolak belakang dengan hadits
yang menyebutkan bahwa Madinah akan hancur.
Ketika kita cermati hadits itu lebih dalam, kita melihat bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak
menyebutkan bahwa seluruh kota Yerusalem akan dibangun, tetapi Bayt
al-Maqdis akan diperbaiki. Al-Quds mencakup seluruh Yerusalem, dan Bayt
al-Maqdis adalah kawasan suci tempat Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam naik ke langit dalam rangka Isra’ dan Mi’raj.
Ucapan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mencakup
seluruh bangunan di Yerusalem, seperti yang disebutkan dalam hadits,
“pemugaran kembali Bayt al-Maqdis,” yang secara khusus menyebutkan bayt
(rumah) untuk menekankan bangunan yang akan dipelihara dan dipugar,
termasuk bangunan di sekelilingnya, seperti monumen dan benda-benda
sejarah.
Kawasan tersebut telah dijaga selama berabad-abad, dan dipelihara
dalam bentuknya yang asli. Melalui pengetahuannya yang diberikan oleh
Allah
Azza wa Jalla, Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamtelah
melukiskan peristiwa itu 1400 tahun yang lalu. Seperti yang disebutkan
terdahulu, situasi Madinah saat ini, dengan bangunan-bangunannya modern,
tampak bertolak belakang dengan hadits yang menyebutkan bahwa Madinah
akan mengalami penghancuran.
Namun, dengan pencermatan yang lebih saksama, kita mengetahui bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara khusus menyebutkan bahwa
Yatsrib, bukan Madinah, akan dirusak.
Pernyataan Nabi yang sangat akurat itu mengungkapkan makna yang bisa dipahami dalam konteks modern.
Yatsribadalah
kota Nabi tempat munculnya cahaya pengetahuan yang menyinari dunia. Ia
merupakan tempat berdirinya pemerintahan Islam yang pertama, dan sumber
banyak prestasi para sahabat.
Kharâb Yatsrib berarti bahwa peradaban kota tua Madinah (yang dulu dikenal dengan nama
Yatsrib) akan rusak.
Dampaknya
adalah bahwa segala peninggalan klasik dan tradisional dalam Islam akan
dihancurkan pada masa-masa sebelum datangnya Kiamat.
PENGRUSAKKAN BANGUNAN MONUMENTAL ISLAM OLEH KAUM WAHHABI
Pengrusakkan itu dilakukan oleh sekelompok orang yang menyebarkan
versi Islam dengan pemahaman yang dangkal, yang mendiskreditkan dan
meremehkan tradisi-tradisi klasik. Kini, kita menyaksikan kemunculan
sekelompok orang yang menentang setiap aspek Islam tradisional, Islam
arus utama, yang telah dipelihara oleh umat Islam selama lebih dari 1400
tahun. Kelompok tersebut ingin mengubah seluruh pemahaman keagamaan
dengan menawarkan Islam “modernis” mereka.
Orang-orang
tersebut merupakan kelompok minoritas di tubuh umat Islam.
Gagasan-gagasan mereka yang penuh penyimpangan telah disanggah dan
ditolak dari berbagai sisi oleh para ulama Islam, seperti yang telah
banyak ditulis orang. Tidak ada yang namanya Islam itu dimodernkan,
diperbaiki, ataupun dibenahi. Islam adalah agama yang sempurna, sejak
pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hingga Hari Kiamat.
Allah
Azza wa Jalla telah berfirman:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan atasmu nikmatku, dan telah Kuridai Islam menjadi agama
bagimu.” (QS Al-Maidah 5:3)
Islam adalah pesan terakhir dan pastilah mampu mengakomodasi semua
kehidupan manusia hingga akhir masa. Islam dapat merangkul semua jenis
kebudayaan tanpa sedikit pun menambah atau mengurangi makna Islam itu
sendiri. Oleh karena itu, tidak ada reformasi, renovasi, penambahan,
atau pengurangan dalam Islam.
Sementara
Islam sendiri tidak mengenal reformasi,
orang-orang Islam sendiri-lah
yang perlu mereformasi diri sehingga mereka dapat memahami dan
melaksanakan Islam dengan benar. Dalam kesempurnaannya, Islam mirip
dengan bulan purnama: bulatnya tidak kurang dan tidak lebih.
Kharâb (Penghancuran) Yatsrib disebutkan 2 kali dalam hadits di atas. Kali pertama adalah penghancuran peradaban pengetahuan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu pengrusakan agama dalam bentuk penyimpangan terhadap pesan-pesan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Mereka (kaum Wahhabi) yang mengklaim diri sebagai “pembaharu Islam”
berusaha menyuguhkan hal-hal baru untuk menggantikan dan menghapus
hal-hal klasik dan tradisional dalam Islam.
Aliran Wahhabi inilah yang pertama kali mengajukan pemahaman yang
sepenuhnya baru tentang Islam, dengan
kedok “pemurnian” Islam.
Ideologi Wahhabisme ini telah merusak Islam tradisional atas nama “pemurnian” Islam,
seakan-akan semua orang Islam sebelum munculnya Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb telah tersesat.
Alih-alih
membawa pemurnian, ia justru telah menghancurkan ilmu-ilmu dan praktik
keislaman yang telah berakar selama berabad-abad.
Semua hal yang telah diwariskan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan generasi Islam sepeninggal beliau tiba-tiba dicap sebagai bentuk penyembahan berhala (syirik) yang harus dimusnahkan.
Orang-orang Islam yang melaksanakan ibadah haji dijejali dengan
bahan-bahan bacaan dan propaganda mereka, sehingga para jemaah itu
menganggap bahwa keyakinan dan praktik tradisional mereka bertentangan
dengan Islam. Sekte Wahhabi meragukan tradisi keilmuan yang telah
berusia 1400 tahun, dan melontarkan tuduhan kufur, syirik, bidah, dan
haram terhadap berbagai praktik dan pemahaman tradisional.
Kerusakan pertama yang menimpa Yatsrib adalah ketika Muhammad ibn
‘Abd al-Wahhâb menghancurkan ilmu-ilmu “keislaman” dengan cara meracuni
pemahaman orang-orang Islam terhadap agama mereka.
Ungkapan
Kharâb Yatsrib yang kedua merujuk pada penghancuran
fisik terhadap bangunan dan monumen yang berasal dari masa Nabi di
Yatsrib, kota Madinah klasik. Di Madinah memang telah terjadi perluasan
Masjidil Haram, tetapi kenyataan tersebut tidak bertolak belakang dengan
ungkapan “Kharâb Yatsrib” karena hadits tersebut merujuk pada kota tua
Madinah yang dikenal dengan Yatsrib, dan semua yang mewakilinya.
Segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan Nabi telah dipelihara
oleh orang-orang Islam selama bertahun-tahun, apakah masjid tua,
benda-benda sejarah, atau makam rasul, para sahabat, istri, dan
anak-anaknya.
Meskipun orang-orang Islam selama berabad-abad sepakat bahwa
situs-situs tersebut merupakan bagian penting dalam sejarah dan tradisi
Islam, semuanya dihancurkan oleh aliran Wahhabi dengan menggunakan dalih
bahwa “semua itu bukan lagi Islam”.
Pemahaman mereka yang dangkal terhadap Islam mengakibatkan
penghancuran sejumlah benda peninggalan sejarah dan monumen. Kharâb
berarti “penghancuran,” tetapi kata ini juga bermakna peruntuhan.”
Memang, kantong-kantong tradisi klasik masih ada, dan hendak dibangun
kembali oleh umat Islam, tetapi mereka tidak diperkenankan membangunnya
kembali, sehingga yang tersisa hanyalah reruntuhan dan puing-puing
bangunan.
Tidak ada lagi orang yang mengetahui lokasi kuburan para sahabat. Di
Gunung Uhud dekat Madinah, kita bisa menyaksikan puing-puing bangunan
yang awalnya merupakan makam yang dilengkapi dengan kubah dan
hiasan-hiasan indah. Dengan makam yang terlihat jelas, bangunan suci itu
mengenang para sahabat yang gugur bersama Hamzah di Gunung Uhud.
Kini, hanya ada reruntuhan dinding yang diabaikan oleh para
pengunjung. Demikian pula halnya, sudah tidak ada lagi bekas-bekas yang
menunjukkan makam para syuhada Badar. Juga, tidak ada lagi tanda
kuburan istri Nabi, Khadîjah al-Kubrâ di Jannat al-Mu’ala, Mekah.
Di Jannat al-Baqî’ (permakaman yang bersebelahan dengan makam dan
Masjid Nabi di Madinah), makam ‘Utsmân, ‘Â’isyah dan sejumlah sahabat
telah dipelihara oleh penguasa ‘Utsmani hingga awal abad ke-20, namun
jejak-jejaknya kini telah dihilangkan. Hal itu merupakan pengrusakan
fisik terhadap peradaban Islam yang ada sejak Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tinggal di Yatsrib.
Dengan perlahan-lahan dan diam-diam, para pengikut sekte Wahhabi telah melenyapkan semua hal yang terkait dengan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
Islam tradisional, sehingga saat ini nyaris tak tersisa. Di samping
Ka’bah di Mekah al-Mukarramah terdapat Maqâm Ibrâhîm, yang memuat jejak
kaki Nabi Ibrâhîm ketika beliau membangun Ka’bah. Allah
Azza wa Jalla berfirman:
“Dan ingatlah ketika Kami menjadikan Baitullah sebagai tempat
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian
Maqâm Ibrâhîm sebagai tempat shalat.” (QS al-Baqarah 2:125)
Meskipun demikian, otoritas keagamaan Wahhabi atau salafi di Mekah
pernah mencoba melenyapkan Maqâm Ibrâhim. Itu terjadi pada masa almarhum
Syekh Mutawallî al-Sya’râwî dari Mesir yang memberi tahu Raja Faisal
tentang rencana mereka, sehingga raja memerintahkan mereka agar
membiarkan Maqâm Ibrâhîm di tempatnya semula.
Raja berdiri menentang mereka dalam persoalan serius itu, tetapi
banyak kejadian serupa di mana beliau hampir mustahil menahan gelombang
pengrusakan terhadap benda-benda peninggalan dan tradisi Islam. Hingga
1960-an, makam ayah Nabi di Madinah ditandai dengan tulisan di dinding
sebuah rumah dekat Masjid Nabawi, tetapi tanda itu kini sudah lenyap.
Di Masjid Nabawi, semua dinding dan tiang masjid awalnya dihiasi dengan puisi-puisi pujian terhadap Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Para pengikut aliran Wahhabi kemudian menghilangkan hiasan-hiasan itu,
baik dengan mengganti dinding marmer itu, atau menghapusnya hingga tidak
terlihat lagi hiasan puisi yang tersisa.
Satu-satunya hal yang tidak dapat mereka lenyapkan adalah tulisan di
depan mimbar pada mihrab (tempat salat imam) yang berisi pujian kepada
Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamdan 200 nama beliau. Pada
tahun 1936, orang-orang Wahhabi bahkan berusaha memisahkan Masjid Nabawi
dari makam Nabi, tetapi negara-negara Muslim bersatu menentang rencana
tersebut dan berhasil menggagalkannya, sebuah keberhasilan yang sangat
jarang terjadi.
Di depan gerbang menuju makam Nabi (al-muwâjihâh al-syarîfah), pada awalnya terdapat tulisan:
Yâ Allâh! Yâ Muhammad!
Pengikut aliran Wahhabi kemudian menghapus huruf
yâ’ dalam ungkapan
Yâ Muhammad, sehingga hanya tersisa huruf alif,
 Muhammad, atau
Muhammad saja.
Belakangan, mereka melangkah lebih jauh lagi dengan menempatkan kembali huruf
yâ’ pada kata
Yâ Muhammad, dan juga menambahkan titik di bawah huruf hâ’ sehingga menjadi huruf
jim (ﺝ), dan menambahkan dua titik (di bawah huruf mîm) sehingga menjadi huruf
yâ’. Dengan begitu, mereka telah mengubah nama
Muhammad menjadi
Majîd, salah satu asma Allah. Kini, tulisan tersebut menjadi:
Yâ Allâh! Yâ Majîd! Persis seperti ketika melenyapkan makam para sahabat dan keluarga Nabi,
mereka kini juga telah menghapus nama Nabi dari makamnya sendiri.
Ini bertentangan dengan kenyataan bahwa Allah telah memuliakan Nabi
saw. dengan menempatkan nama beliau bersanding dengan nama-Nya dalam
kalimat syahadat,
Lâ ilâha illâ Allâh, Muhammad Rasûl Allâh.
Khârab Yatsrib yang disebutkan 2 kali dalam hadits di atas telah terpenuhi.
Pertama, dari segi ideologi oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb dan para pengikutnya. Dan
kedua,
dengan kerusakan fisik yang terus berlangsung terhadap sisa-sisa Islam
tradisional. Pembangunan kembali Bayt al-Maqdis, yang hanya sekali
disebut, juga sedang berlangsung.
Ungkapan
‘Umrân Bayt al-Maqdis berarti pembangunan kembali peninggalan-peninggalan klasik di Yerusalem, sementara ungkapan
Kharâb Yatsrib berarti penghancuran terhadap cara-cara dan peninggalan klasik di kota Yatsrib
Kesaksian Penerjemah :
Saya hanya ingin menambahkan sedikit saja tentang kehancuran Kota
Madinah, yang baru-baru saya saksikan secara langsung ketika mengunjungi
kota Madinah Al-Munawwaroh 17-20 Juli 2005.
Itung-itung cerita ini sebagai oleh-oleh dari Madinah ya…Dari segi
kemajuan tekhnologi tata ruang bangunan dan interior sebuah kota, saya
menilai Madinah sangat cantik dan modern serta memiliki kemajuan yang
sangat pesat sekali, terutama bangunan-bangunan diseputar Masjid Nabawi
dan tempat-tempat sekitar radius 5-10 kilometer dari Masjid Nabawi.
Namun dari sudut pandang sejarah, kota ini seakan-akan tidak memiliki
lagi latar belakang sejarah kegemilangan Islam di masa lalu. Secara
pribadi saya amat sangat menyayangkan situs-situs sejarah banyak yang
dihilangkan oleh pemerintah KSA yang berfaham Wahhabi, seakan-akan kota
ini ingin dirubah seperti newyork atau ala singapura. Perubahan ini
terjadi dimulai sejak era tahun 1990-an, dimana kebetulan tahun 1993
saya juga pernah mengunjungi kota ini selama 9 hari.
Perubahan yang terjadi dari hasil pengamatan saya adalah :
1. Pemakaman syuhada baqi, kalau
dulu
tahun 1993 kita masih bisa ziarah dan memandang ke makam baqi dengan
hanya berdiri seperti halnya bila kita berdiri diluar tempat pemakaman
umum di Indonesia.
Tapi perubahan yang sekarang adalah, pemakaman baqi tidak bisa
dilihat atau diziarahi hanya dengan berdiri karena pemakaman itu
sekarang sudah dikurung dengan tembok berlapis marmer setinggi kira-kira
6-10 meter tingginya, sehingga kalau kita mau berziarah dan melihat
makam syuhada baqi harus menaiki anak tangga dulu sekitar 5 meter.
Disamping itu kalau dulu kita bebas berziarah kapan saja waktunya
sesuai dengan keinginan kita, tapi sekarang tidak sembarang waktu bisa
kita lakukan, kecuali antara pkl 07.00 sampai pkl.8.30 pagi waktu
setempat. walaupun kita terlambat 5 menit saja, jangan berharap anda
bisa menaiki anak tangga karena diujung anak tangga sudah di tutup pintu
besi setinggi 3 meter-an, dan bilamana sudah pkl.08.30 anda masih saja
berada di atas sana, askar2 kerajaan akan segera menarik-narik badan
anda untuk segera keluar dari sana. Jadi memang sekarang sangat dibatasi
ruang maupun waktu dalam menziarahi maqam baqi ini.
Dan yang mengenaskan saya adalah, dibawah tembok setinggi 6-10 meter
itu sekarang sudah dibuat kios-kios kecil sebagai tempat usaha para
pedagang menjajakan barang dagangannya.
Entahlah… mungkin 15-20 tahun kedepan Maqam baqi mungkin sudah tidak
ada lagi dan areal pemakamannya sudah dijadikan gedung pasar yang
modern. Menurut penilaian saya, penutupan areal pemakaman dengan tembok
setinggi 6-10 meter saat ini hanya sebagai awal saja, dengan maksud
supaya orang tidak lagi secara bebas berziarah kesana, sehingga
lama-kelamaan orang akan lupa untuk berziarah ke maqam Baqi ini.
Akhirnya setelah orang melupakan areal ini, generasi berikut tak ada
lagi yang mengetahui dimana areal pemakaman baqi, selanjutnya mungkin
akan dijadikan gedung pertokoan, siapa tahu…?
2.
Masjid Qiblatain, (masjid 2 kiblat), dulu tahun 1993 masjid ini
memiliki 2 mimbar, satu menghadap Makkah, satu lagi menghadap Baytul
Maqdis.Pada mimbar baytul maqdis tertulis dengan berbagai bahasa
termasuk dalam bahasa indonesia, yang menceritakan bahwa mimbar ini
sebelumnya digunakan sebagai mimbar Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika
shalat menghadap baqtul maqdis, namun setelah turun ayat (al-Isra..?)
yang memerintahkan untuk merubah qiblat dari menghadap masjidil aqsha ke
masjidil harom, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpindah
ke mimbar yang sekarang menghadap Masjidil harom (mimbar ke 2).Tapi
sekarang ; mimbar yang menghadap Masjidil Aqso sudah dihilangkan
sehingga tidak ada tanda lagi bahwa masjid ini memiliki 2 kiblat,
sehingga sudah hilang nilai sejarahnya. “Masjid qiblatain” hanyalah
tinggal sebuah nama saja, mimbarnya tinggal 1, sepantasnya namapun
berubah menjadi Masjid Qiblat, karena mimbarnya hanya satu.
3. Parit (Khandaq) – yang pernah digunakan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk
menghalau musuh dalam peperangan Khandaq atau Ahzab- pada tahun 1993
masih ada berupa gundukan tanah yang digali seperti lobang saluran air
yang panjang, tapi kini Khandaq hanya tinggal nama, lokasinya sudah
diuruk rata.
4. “Tanah basah” tempat dimana Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib
terbunuh pada perang Uhud, sekarang sudah ditutup dengan aspal yang
tebal dan dijadikan lokasi parkir kendaraan.
Tapi anehnya, walupun
sudah dilapisi dengan aspal, aspalnya tetap basah hingga sekarang
walaupun sudah 14 abad terpanggang sinar matahari. Konon tanah ini tetap
menangis selama-lamanya karena ditumpahi darah. Sayyidina Hamzah
bin Abdul Muthalib ra, adalah seorang yang sangat gagah berani di medan
Uhud, dan mati syahid dibunuh oleh budak Hindun, isteri Abu Sufyan, dan
ibu dari Muawiyyah.
5.
Kota Madinah sebetulnya memiliki sebuah sumur abadi seperti halnya
sumur zam-zam di Makkah, perbedaannya kalau sumur zam-zam itu asalnya
adalah peninggalan Nabi Ibrahim AS, ketika Siti Hajar istrinya
mencarikan air untuk memberi minum putranya Nabi Ismail AS.
Tapi kalau di Madinah adalah peninggalan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
yang masih tetap mengeluarkan air hingga sekarang. Namanya adalah sumur
“Tuflah”, lokasinya dipinggiran kota Madinah. Tuflah asal katanya
berarti air ludah, konon kata kuncen penjaga sumur ini, sumur ini dibuat
semasa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam perjalanan menuju kota Madinah, namun ketika itu kehabisan persediaan air.
Akhirnya Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan
mu’jizatnya meludahi dengan air ludahnya sendiri suatu tempat di padang
pasir yang gersang itu, dan saat itu juga tanah itu mengeluarkan air dan
hingga sekarang dijadikan sebuah sumur yang airnya sangat jernih
sejernih zam-zam, dan tetap mengalirkan air hingga sekarang. Saya
mencoba minum dan berwudhu dari air sumur ini, memang terasa sangat
nikmat bagaikan meminum air zam-zam.
Tapi sangat disayangkan, sumur ini sudah jelas sebagai peninggalan sejarah dimasa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
tidak dilestarikan sama-sekali bahkan dibiarkan saja oleh Pemerintah
Kerajaan Saudi Arabia yang beraliran Wahhabi sehingga nampak kusam dan
tidak terurus sama-sekali. Mungkinkah kaum Wahhabi tidak terlalu suka
pada peninggalan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?
Kata kuncen penjaga, kebanyakan orang-orang yang mengunjungi sumur
ini adalah orang-orang Ahlus-Sunnah yang mencintai Ahlul-Bayt, termasuk
Anda, Anda dari Indonesia?, katanya…Tapi maaf, disini anda tidak boleh
berlama-lama melancong, karena setiap 2 jam sekali ada patroli dari
Askar kerajaan dan mata-matanya (spionase) yang mengawasi orang-orang
yang berkunjung kesini. Saya khwatir anda ditangkap oleh tentara
Wahhabi. Maka bila anda sudah minum dan berwudhu silakan anda segera
pergi dari sini.
Wa min Allah at Tawfiq